Subscribe to LeadAuditorClub
Powered byyahoo.com

Kamis, 28 Juni 2007

Pasal 8: PENGUKURAN, ANALISIS DAN PERBAIKAN

Pasal 8: PENGUKURAN, ANALISIS DAN PERBAIKAN
8.1 Umum
Organisasi harus merencanakan dan melaksanakan pemantauan, pengukuran, analisis dan perbaikan proses yang diperlukan,
a) untuk memperagakan kesesuaian produk,
b) untuk memastikan kesesuaian sistem manajemen mutu, dan
c) untuk secara berkelanjutan memperbaiki efektivitas dari sistem manajemen mutu.
Hal ini harus mencakup penetapan metode yang dapat diterapkan, termasuk teknik statistik, dan tingkat penggunaannya.
Penjelasan:
Pasal ini memuat persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh organisasi dalam melaksanakan proses pengukuran, analisis dan perbaikan proses. Proses tersebut harus dapat memperagakan atau memberikan bukti kesesuaian produk dengan persyaratannya, menjamin kesesuaian pelaksanaan proses-proses dengan persyaratan sistem manajemen mutu yang telah ditetapkan, dan memberi bukti adanya proses perbaikan efektivitas dari sistem manajemen mutu. Lebih lanjut tentang proses-proses pemantauan, pengukuran, analisis dan perbaikan yang harus dipenuhi oleh organisasi akan dijelaskan pada pasal-pasal berikutnya.
8.2 Pemantauan dan Pengukuran
8.2.1 Kepuasan Pelanggan
Sebagai salah satu alat pengukur kinerja sistem manajemen mutu, organisasi harus memantau informasi yang berhubungan dengan tanggapan pelanggan tentang apakah organisasi telah memenuhi persyaratan pelanggan atau belum. Metode untuk mendapatkan dan menggunakan informasi ini juga harus ditentukan.
Penjelasan:
Organisasi harus mengukur kinerja sistem manajemen mutunya, salah satu alat pengukur kinerja yang paling efektif adalah dengan menilai tanggapan pelanggan terhadap kemampuan organisasi dalam memenuhi persyaratannya. Tanggapan pelanggan dapat berupa keluhan pelanggan terhadap produk atau pelayanan yang diterima, maupun hasil penelitian kepuasan pelanggan yang dilakukan oleh organisasi. Tidak ada metode baku yang ditetapkan oleh ISO 9001 untuk mendapatkan dan menggunakan informasi tentang tanggapan pelanggan ini, namun yang jelas setiap keluhan pelanggan harus diterima dan dikelola dengan baik untuk menunjukkan komitmen organisasi terhadap pemenuhan kepuasan pelanggan. Metode pengelolaan keluhan pelanggan harus dibuat sedemikian rupa sehingga semua keluhan dapat ditindaklanjuti sesegera mungkin dan digunakan sebagai masukan untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Penelitian terhadap kepuasan pelanggan dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Metode kunjungan ke tempat pelanggan untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya tentang kualitas produk atau pelayanan yang dihasilkan organisasi merupakan metode penelitian kepuasan pelanggan secara langsung. Kunjungan ke tempat pelanggan dapat dilakukan oleh satu tim survei yang terdiri atas perwakilan-perwakilan dari semua departemen. Tim ini harus bekerja secara bebas dan obyektif dalam mengumpulkan dan mengolah data kepuasan pelanggan. Metode penelitian kepuasan pelanggan secara tidak langsung biasanya dilakukan dengan cara pengiriman kuesioner survei kepuasan pelanggan yang berisikan pertanyaan-pertanyaan menyangkut seputar produk dan pelayanan yang diberikan. Bentuk dan jumlah pertanyaan disesuaikan dengan kebutuhan organisasi dan tergantung pada informasi apa yang ingin dikumpulkan. Bagaimanapun, pemilihan metode langsung ataupu! n tidak langsung tergantung pada kondisi pelanggan dan kemampuan organisasi. Jika suatu perusahaan hanya memiliki beberapa pelanggan saja yang berada di wilayah yang tidak terlalu sulit untuk dijangkau, maka metode penelitian secara tidak langsung dengan mengirimkan kuesioner adalah tidak efektif. Sebaliknya, jika perusahaan memiliki jumlah pelanggan yang besar atau pelanggan-pelanggan berada pada wilayah yang jauh sehingga dibutuhkan ongkos perjalanan yang relatif tinggi untuk melakukan kunjungan, maka metode secara langsung mungkin tidak akan efisien.
Organisasi harus dapat memberikan bukti adanya proses pengelolaan keluhan pelanggan dan pengukuran kepuasan pelanggan melalui pemeliharaan dokumentasi yang memadai terhadap hal-hal tersebut dalam rangka memenuhi persyaratan Standar Internasional.
8.2.2 Audit Internal
Organisasi harus melaksanakan audit internal yang direncanakan secara berkala untuk menentukan apakah sistem manajemen mutu,
a) sesuai dengan rencana yang telah dibuat (lihat 7.1), terhadap persyaratan Standar Internasional ini dan terhadap persyaratan sistem manajemen mutu yang ditetapkan oleh organisasi, dan
b) sudah dilaksanakan dan dipelihara secara efektif.
Program audit harus direncanakan, dengan mempertimbangkan status dan tingkat kepentingan proses dan area yang akan diaudit, serta hasil audit sebelumnya. Kriteria audit, ruang lingkup, frekuensi dan metodenya harus ditetapkan. Pemilihan auditor-auditor dan pelaksanaan audit harus menjamin objektivitas dan kenetralan dari proses audit.
Auditor harus tidak mengaudit pekerjaannya sendiri.
Tanggungjawab dan persyaratan dalam perencanaan dan pelaksanaan audit, pelaporan hasil-hasil audit dan pemeliharaan rekamannya (lihat 4.2.4) harus ditetapkan dalam suatu prosedur terdokumentasi.
Tanggungjawab manajemen atas area yang telah diaudit yaitu harus memastikan bahwa tindakan-tindakan diambil sedemikian rupa tanpa adanya keterlambatan untuk menghilangkan ketidaksesuaian yang ditemukan dan penyebab-penyebabnya. Kegiatan tindak lanjut harus mencakup verifikasi terhadap tindakan yang diambil dan pelaporan hasil-hasil verifikasi (lihat 8.5.2).
Catatan: Lihat ISO 10011-1, ISO 10011-2, dan ISO 10011-3 sebagai pedoman.
Penjelasan:
Audit internal terhadap sistem manajemen mutu atau yang biasa dikenal dengan audit mutu internal (Internal Quality Audit) dilakukan untuk memantau dan mengukur sejauh mana sistem manajemen mutu yang ada telah dijalankan oleh seluruh fungsi di sepanjang organisasi, serta untuk mengukur apakah sistem manajemen mutu yang dijalankan sudah sesuai dengan persyaratan ISO 9001. Audit mutu internal juga memberi peluang ditemukannya metode-metode baru untuk perbaikan berkelanjutan terhadap sistem manajemen mutu organisasi.
Program audit, ruang lingkup, kriteria, frekuensi maupun metode audit dibuat dan ditetapkan oleh satu tim audit yang dipimpin oleh kepala tim audit (audit team leader atau lead auditor). Setiap anggota tim audit atau auditor harus sudah mendapatkan pelatihan yang memadai sebagai auditor dan memiliki atribut sebagai auditor. Audit yang dijalankan harus bersifat bebas (independent) dan obyektif, dimana audit bukan hanya semata-mata bertujuan mencari-cari kesalahan pihak yang diaudit (auditee) tapi dalam rangka memantau dan mengukur pelaksanaan sistem manajemen mutu secara keseluruhan, serta memperbaiki setiap kekurangan yang ditemukan. Dari pelaksanaan audit mutu internal selalu akan didapatkan temuan-temuan penting, baik yang bersifat positif maupun negatif. Temuan positif adalah temuan yang memperlihatkan adanya komitmen dan/atau kesesuaian dalam pelaksanaan proses-proses dari sistem ! manajemen mutu. Sebaliknya, temuan negatif adalah temuan yang memperlihatkan tidak adanya komitmen dan/atau terdapat ketidaksesuaian dalam pelaksanaan proses-proses dari sistem manajemen mutu. Temuan negatif berdasarkan tingkatan kritisnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga bentuk yaitu; Major, Minor, dan Observation (rekomendasi). Secara umum temuan negatif Major terjadi jika organisasi tidak/belum mempunyai sejumlah proses dan prosedur terdokumentasi yang dipersyaratkan dalam Standar ISO 9001:2000, atau telah mempunyainya namun tidak menjalankannya secara konsisten dan menyeluruh, sehingga mengakibatkan timbulnya dampak yang luas dan tidak bisa diperbaiki lagi terhadap pemenuhan persyaratan pelanggan. Temuan negatif Minor terjadi jika organisasi, yang walaupun telah mempunyai semua proses dan prosedur terdokumentasi yang dipersyaratkan dalam Standar ISO 9001:2000, tetapi masih tidak menjalankannya secara konsisten dan menyeluruh, sehingga mengakibatkan ti! mbulnya dampak yang tidak luas (terlokalisir) dan masih bisa diperbaiki untuk memenuhi persyaratan pelanggan, dalam kasus ini jika akibat yang timbul berdampak luas dan tidak bisa diperbaiki lagi maka tingkat temuan bisa dikategorikan sebagai temuan negatif Major. Temuan negatif Observation atau rekomendasi terjadi jika organisasi yang telah mempunyai semua proses dan prosedur terdokumentasi yang dipersyaratkan dalam Standar ISO 9001:2000, dan juga telah menjalankannya secara konsisten dan menyeluruh, tetapi terdapat potensi-potensi untuk timbulnya suatu ketidaksesuaian di masa yang akan datang sebagai akibat dari adanya kekurangan pada proses yang telah ada. Temuan Observation biasanya berupa saran-saran untuk perbaikan.
Seluruh temuan negatif dari audit mutu internal harus ditindaklanjuti dan ditutup dalam masa yang ditetapkan dari kesepakatan auditor dan auditee. Auditor atau wakil manajemen (Management Representative) bertanggungjawab memantau dan memverifikasi penyelesaian semua temuan negatif dari audit mutu internal dan melaporkannya dalam rapat tinjauan manajemen.
Organisasi harus membuat prosedur terdokumentasi untuk proses audit mutu internal dan menetapkan wewenang bagi pelaksanaan proses audit. Untuk pedoman pelaksanaan audit, ISO telah menerbitkan ISO 10011 (pedoman audit sistem manajemen mutu), yang baru-baru ini telah diperbaharui dan disempurnakan menjadi ISO 19011 yang merupakan pedoman untuk audit sistem manajemen mutu dan lingkungan.
8.2.3 Pemantauan dan Pengukuran Proses
Organisasi harus menerapkan metode yang sesuai untuk pemantauan, dan jika dapat diterapkan, pengukuran proses-proses sistem manajemen mutu. Metode tersebut harus memperagakan kemampuan proses untuk mencapai hasil yang direncanakan. Bila hasil yang direncanakan tidak tercapai, pembetulan dan tindakan perbaikan harus diambil, sesuai keperluan, untuk memastikan kesesuaian produk.
Penjelasan:
Organisasi harus melaksanakan proses pemantauan dan pengukuran terhadap proses-proses dalam sistem manajemen mutu untuk mengetahui sejauh mana hasil-hasil yang direncanakan telah dipenuhi, dan jika tidak, maka harus diambil tindakan pembetulan (correction) dan tindakan perbaikan (corrective action) yang diperlukan. Secara khusus/lokal proses pemantauan dan pengukuran tersebut dilakukan pada setiap bagian akhir suatu proses, sedangkan secara umum (general) proses pemantauan dan pengukuran dilakukan terhadap status pencapaian sasaran-sasaran mutu perusahaan dan departemen/fungsional dalam interval waktu yang ditetapkan.
Contoh berikut akan memberikan gambaran tentang proses pemantauan dan pengukuran secara lokal: misal, pada sebuah pabrik pembuatan sabuk (belt) untuk kompresor, terdapat suatu proses pencampuran (mixing) bahan-bahan kimia, dimana hasil akhir dari proses tersebut adalah lembaran-lembaran (sheet) karet sintetis yang nantinya akan digabungkan dengan lembaran-lembaran lain dan dilapisi fabric (joining), kemudian digulung (rolling), direbus pada suhu vulkanisasi (vulcanizing), dst. Setiap jenis belt yang dibuat memiliki formula campuran bahan kimia yang berbeda satu sama lain tergantung pada karakteristik-karakteristik yang ingin dihasilkan dan kegunaan dari belt-belt itu sendiri. Oleh karena itu lembaran karet sintetis yang akan digunakan pada proses berikutnya itu harus memiliki karakteristik-karakteristik tertentu yang telah ditetapkan. Setelah lembaran-lembaran karet sintetis dihasilkan pada bagian ! akhir proses pencampuran, maka bagian pengendalian mutu (quality control) melakukan proses pemantauan dan pengukuran terhadap karakteristik-karakteristik yang dimiliki oleh lembaran-lembaran tersebut dibandingkan dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Proses pemantauan dan pengukuran terhadap keluaran suatu proses inilah yang disebut sebagai proses pemantauan dan pengukuran secara lokal. Jika dari hasil pengukuran (baik menggunakan alat uji maupun alat ukur tertentu) ternyata tidak memenuhi karakteristik yang dipersyaratkan, maka segera dilakukan tindakan pembetulan (koreksi) untuk memperbaiki ketidaksesuaian yang telah terjadi (seperti; pengerjaan ulang atau rework), dan tindakan perbaikan untuk mencegah agar ketidaksesuaian yang sama terulang kembali (seperti; meninjau ulang formula, memperbaiki proses penyusunan formula, melatih ulang operator, memeriksa alat ukur, dll).
Proses pemantauan dan pengukuran secara general dilakukan dengan memantau dan mengukur status pencapaian sasaran mutu perusahaan dan sasaran mutu departemen, menganalisa penyebab dari tidak tercapainya sasaran mutu, kemudian menetapkan tindakan pembetulan dan tindakan perbaikan yang sesuai.
Penting untuk dipahami bahwa, tindakan pembetulan adalah tindakan untuk memperbaiki suatu ketidaksesuaian yang terjadi, tindakan ini hanya merupakan tindakan memperbaiki produk agar kembali sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan (temporary action). Sedangkan tindakan perbaikan adalah tindakan untuk menghilangkan penyebab dari ketidaksesuaian dalam rangka mencegah terulangnya kejadian tersebut, atau tindakan untuk mencegah suatu ketidaksesuaian agar tidak berulang kembali (permanent action). Agar lebih mudah dipahami maka perbedaan antara kedua hal tersebut dapat dianalogikan sebagai berikut: pada suatu ketika di suatu persimpangan jalan terjadi kecelakaan, dimana seseorang yang sedang menyeberang jalan ditabrak oleh sebuah kendaraan bermotor hingga luka-luka parah. Polisi dan masyarakat kemudian memblokir jalan itu, mengalihkan rute jalan sementara waktu ke arah yang lain dan membawa korban kecelakaan ke rumah sakit terdekat. Tindakan yang dilakukan oleh polisi dan masyarakat tersebut dapat disebut sebagai tindakan pembetulan (koreksi) agar korban bisa diselamatkan jiwanya dan lalu lintas jalan kembali berjalan normal. Selanjutnya untuk mencegah agar kecelakaan yang sama tidak terulang kembali yang bisa menyebabkan korban jiwa dan terganggunya lalu lintas, maka pemerintah kemudian membangun jembatan penyeberangan di dekat persimpangan jalan itu, pemerintah juga memasang lampu pengatur lalu lintas yang baru. Tindakan yang dilakukan oleh pemerintah tersebut kita sebut sebagai tindakan perbaikan.
8.2.4 Pemantauan dan Pengukuran Produk
Organisasi harus memonitor dan mengukur karakteristik produk untuk memeriksa persyaratan produk telah dipenuhi. Kegiatan ini harus dilakukan dalam tahapan yang sesuai dari proses realisasi produk menurut pengaturan yang direncanakan (lihat 7.1).
Bukti kesesuaian dengan kriteria keberterimaan harus dipelihara. Rekaman harus memperlihatkan orang yang berwenang melepaskan produk (lihat 4.2.4).
Pelepasan produk dan penyerahan jasa harus tidak dimulai sampai seluruh pengaturan yang direncanakan (lihat 7.1) telah dilengkapi dengan memuaskan, atau jika tidak, berdasarkan atas persetujuan dari pihak berwenang yang relevan, dimana jika dapat diterapkan, juga oleh pelanggan.
Penjelasan:
Proses pemantauan dan pengukuran produk merupakan proses yang harus dijalankan sebelum pelepasan produk atau penyerahan produk ke pelanggan dilakukan. Proses ini biasanya dilakukan oleh bagian pengendali mutu produk akhir (outgoing quality control). Setiap produk yang akan dikirim atau diserahkan ke pelanggan harus diperiksa apakah telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan atau belum. Jika produk akhir telah memenuhi kriteria keberterimaan yang ditetapkan maka bukti kesesuaian tersebut harus direkam dan dipelihara sedemikian rupa untuk keperluan pemastian mutu (quality assurance) dan mampu telusur. Setiap produk yang akan dilepas harus telah mendapat pengesahan dari pihak yang berwenang untuk menjamin kesesuaian produk (biasanya oleh bagian quality assurance).
Untuk kasus khusus, dimana produk yang akan dilepas tidak memenuhi sejumlah kriteria keberterimaan yang ditetapkan namun karena suatu kondisi tertentu tetap harus dikirim, maka produk tersebut dapat dikirim atau dilepaskan dengan persetujuan pihak berwenang yang relevan (manager quality assurance atau manajemen puncak), dan jika memungkinkan oleh pelanggan. Dalam hal ini rekaman dari persetujuan pihak yang berwenang atau pelanggan termasuk syarat-syarat pelepasan produk harus dipelihara dengan baik.
8.3 Pengendalian Ketidaksesuaian Produk
Organisasi harus memastikan bahwa produk yang tidak sesuai dengan persyaratan produk diidentifikasi dan dikendalikan untuk mencegah penggunaan atau penyerahan yang tidak diinginkan. Pengendalian, tanggungjawab dan wewenang terkait untuk memperlakukan produk yang tidak sesuai harus ditetapkan dalam prosedur yang terdokumentasi.
Organisasi harus memperlakukan ketidaksesuaian produk melalui satu atau lebih cara berikut:
a) dengan cara mengambil tindakan untuk menghilangkan ketidaksesuaian yang ditemukan,
b) dengan kewenangan penggunaannya, pelepasan atau penerimaan dibawah konsesi oleh pihak berwenang yang relevan dan, jika dapat dilakukan, oleh pelanggan,
c) mengambil tindakan untuk menghindarkan penggunaan atau pemakaian seperti maksud awalnya.
Rekaman asli ketidaksesuaian dan tindakan yang diambil selanjutnya, termasuk konsesi yang dilaksanakan, harus dipelihara (lihat 4.2.4).
Bila ketidaksesuaian produk telah diperbaiki harus dilaksanakan verifikasi ulang untuk memperagakan kesesuaian dengan persyaratan.
Bila ketidaksesuaian produk ditemukan setelah penyerahan atau pada saat digunakan, organisasi harus mengambil tindakan yang tepat terhadap pengaruh, atau akibat potensial dari ketidaksesuaiannya.
Penjelasan:
Pasal ini memuat tentang proses pengendalian produk yang tidak sesuai, baik yang belum dikirim ke pelanggan maupun yang telah dikirim, kemudian dikembalikan lagi oleh pelanggan. Pada dasarnya semua produk yang tidak sesuai atau tidak memenuhi persyaratan harus diidentifikasi dan dipisahkan dari produk yang sesuai untuk mencegah penggunaan atau penyerahan yang tidak diinginkan. Identifikasi tentang ketidaksesuaian produk dapat berupa pemasangan label yang menerangkan status produk yang bersangkutan, termasuk pihak yang berwenang untuk melakukan penanganan lebih lanjut. Setelah diidentifikasi, produk tersebut kemudian dipisah (dikarantina) pada tempat khusus yang terpisah dari produk-produk lain yang sesuai, jika memungkinkan, tempat karantina ini juga diberi identifikasi secukupnya agar pihak-pihak yang tidak berkepentingan dicegah dari melakukan perubahan atau pemindahan.
Selanjutnya diambil tindakan yang diperlukan untuk menghilangkan ketidaksesuaian yang ditemukan, melakukan verifikasi ulang untuk memperagakan bahwa produk telah memenuhi persyaratan dan merekam hasil tindakan pembetulan dan verifikasi yang dilakukan. Setelah mendapat pengesahan dari pihak yang berwenang, produk tersebut kemudian dapat diproses lebih lanjut untuk penyimpanan atau pengiriman kembali.
8.4 Analisis data
Organisasi harus menentukan, mengumpulkan dan menganalisis data yang sesuai untuk memperagakan kelayakan dan keefektifan sistem manajemen mutu dan mengevaluasi jika perbaikan berkelanjutan terhadap efektifitas dari sistem manajemen mutu dapat dilakukan. Kegiatan ini harus meliputi data yang dihasilkan dari hasil pemantauan dan pengukuran serta dari sumber lainnya yang relevan.
Analisis data harus memberikan informasi yang berhubungan dengan,
a) kepuasan pelanggan (lihat 8.2.1),
b) kesesuaian dengan persyaratan produk (lihat 7.2.1),
c) karakteristik, dan kecenderungan dari proses dan produk termasuk peluang tindakan pencegahan, dan
d) pemasok.
Penjelasan:
Sebagai kelengkapan dari sistem manajemen mutunya, organisasi juga harus melakukan analisis terhadap data-data yang berkaitan dengan; hasil survei kepuasan pelanggan, kesesuaian dengan persyaratan produk, karakteristik dan kecenderungan proses (process capability) dan kemampuan pemasok. Organisasi dibebaskan untuk menggunakan metode apa saja yang relevan dalam melakukan analisis data. Sejumlah metode yang biasa digunakan antara lain; metode pengukuran indeks kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction Measurement), metode pengendalian proses secara statistik (Statistical Process Control), metode identifikasi dan analisis resiko (Failure Mode & Effect Analysis atau FMEA), perangkat pengendalian mutu (Seven QC tools), metode pengukuran kinerja (Balanced Scorecard), metode evaluasi kinerja pemasok (Supplier Performance Evaluation), d! sb.
Organisasi harus dapat menunjukkan bukti-bukti adanya dilakukan proses analisis data untuk memenuhi persyaratan Standar Internasional. Hasil dari analisis ini selanjutnya harus digunakan untuk melakukan perbaikan terhadap sistem manajemen mutu secara berkelanjutan.
8.5 Perbaikan
8.5.1 Perbaikan Berkelanjutan
Organisasi harus memperbaiki secara berkelanjutan efektivitas dari sistem manajemen mutu melalui penggunaan kebijakan mutu, sasaran mutu, hasil-hasil audit, analisis data, tindakan perbaikan dan pencegahan dan tinjauan manajemen.
8.5.2 Tindakan Perbaikan
Organisasi harus mengambil tindakan untuk menghilangkan penyebab dari ketidaksesuaian dalam rangka mencegah terulangnya kejadian tersebut.
Tindakan perbaikan harus sesuai dengan akibat dari ketidaksesuaian yang timbul.
Prosedur terdokumentasi harus dibuat untuk menetapkan persyaratan untuk:
a) meninjau ketidaksesuaian (termasuk keluhan pelanggan),
b) menentukan penyebab dari ketidaksesuaian,
c) mengevaluasi kebutuhan akan tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa ketidaksesuaian tidak akan berulang,
d) menentukan dan melaksanakan tindakan yang diperlukan,
e) merekam hasil tindakan yang diambil (lihat 4.2.4), dan
f) meninjau tindak perbaikan yang diambil.
Penjelasan:
Seperti telah dijelaskan dalam penjelasan pasal 8.2.3, tindakan perbaikan adalah tindakan untuk mencegah suatu ketidaksesuaian agar tidak terulang kembali. Rangkaian proses tindakan perbaikan diawali dengan pemeriksaan dan identifikasi terhadap ketidaksesuaian yang terjadi. Setelah diperoleh gambaran yang jelas tentang ketidaksesuaian maka dilakukan proses pengumpulan data dan penentuan penyebab-penyebab dari timbulnya ketidaksesuaian tersebut, dalam hal ini berdasarkan pengalaman penulis, metode diagram tulang ikan (fish bond chart) atau metode diagram pohon (tree chart) cukup efektif untuk digunakan. Begitu penyebab-penyebab ketidaksesuaian yang paling signifikan diketahui dan ditetapkan, maka dicari tindakan-tindakan yang cocok untuk menghilangkan penyebab ketidaksesuaian. Mungkin akan didapat beberapa alternatif tindakan yang baik untuk dilakukan, namun tindakan yang pa! ling efektif dan efisien harus pertama kali dipilih sebelum tindakan alternatif lainnya dijalankan.
Sebelum tindakan yang diperlukan dijalankan, maka perlu ditetapkan terlebih dahulu pihak yang berwenang (penanggungjawab) untuk pelaksanaannya. Tindakan perbaikan kemudian dilaksanakan sesuai dengan keputusan yang ditetapkan dan hasil-hasil dari tindakan perbaikan yang diambil harus dipelihara sedemikian rupa untuk keperluan verifikasi atau peninjauan ulang (evaluasi). Jika tindakan perbaikan yang diambil tidak berhasil menghilangkan penyebab ketidaksesuaian yang dimaksud, yang ditunjukkan dengan berulangnya kembali ketidaksesuaian yang sama, maka evaluasi terhadap tindakan perbaikan harus dilakukan sesegera mungkin untuk menetapkan tindakan berikutnya yang lebih tepat.
8.5.3 Tindakan Pencegahan
Organisasi harus menentukan tindakan untuk menghilangkan penyebab potensial ketidaksesuaian dalam rangka mencegah terjadinya ketidaksesuaian. Tindakan pencegahan harus sesuai dengan akibat dari masalah potensial tersebut.
Prosedur terdokumentasi harus dibuat untuk menetapkan persyaratan untuk,
a) menentukan potensi ketidaksesuaian dan penyebabnya,
b) mengevaluasi kebutuhan tindakan untuk mencegah timbulnya ketidaksesuaian,
c) menentukan dan melaksanakan tindakan yang diperlukan,
d) merekam hasil tindakan yang diambil (lihat 4.2.4), dan
e) meninjau tindakan pencegahan yang diambil.
Penjelasan:
Tindakan pencegahan adalah tindakan untuk menghilangkan penyebab potensial ketidaksesuaian dalam rangka mencegah terjadinya ketidaksesuaian. Dengan kata lain suatu ketidaksesuaian sebenarnya belum terjadi, namun ditemukan adanya penyebab potensial untuk timbulnya ketidaksesuaian tersebut, maka tindakan pencegahan adalah tindakan untuk menghilangkan penyebab tersebut. Seperti halnya tindakan perbaikan, maka tindakan pencegahan juga mencakup: penentuan potensi ketidaksesuaian yang akan terjadi termasuk penyebabnya, mengevaluasi atau menetapkan sejumlah tindakan pencegahan yang bisa diambil, menentukan dan menjalankan tindakan, merekam hasil-hasil tindakan yang diambil, dan meninjau (mengevaluasi) tindakan pencegahan yang telah diambil.
PENUTUP
Perkembangan bisnis internasional dewasa ini menuntut kalangan dunia usaha kita untuk menerapkan konsep mutu dalam proses produksi barang maupun jasanya. ISO 9000 merupakan suatu sistem manajemen mutu yang komprehensif dan dapat diterapkan secara sistematik dan mudah. Penerapan ISO 9000 oleh perusahaan-perusahaan boleh jadi merupakan tiket atau pasport untuk menuju era perdagangan bebas yang penuh persaingan dan dapat menjadi salah satu cara untuk bertahan dan berkembang dalam situasi yang sulit. Menerapkan ISO 9000 berarti menerapkan sistem manajemen mutu yang sama dengan sistem yang digunakan oleh pesaing di negara-negara yang sudah maju.
Dengan melaksanakan sistem manajemen mutu ISO 9000 secara baik dan konsisten, suatu perusahaan diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan, baik terhadap pelanggan, pemilik perusahaan, karyawan, maupun masyarakat pada umumnya. Perbaikan secara berkelanjutan terhadap proses-proses sistem manajemen mutu, secara umum dipastikan dapat meningkatkan kesesuaian produk dengan persyaratan dan kegunaannya, yang pada akhirnya juga akan meningkatkan kualitas hidup manusia. Apakah sistem manajemen mutu ISO 9000 merupakan jawaban yang paling tepat untuk mempertahankan keberlangsungan bisnis suatu perusahaan di era pasar bebas.

Tidak ada komentar: